Muhammad Aripin: Dirikan Rumah Kreatif untuk Kaum Marjinal

Lahir dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan tak lantas membuat Muhammad Aripin patah juang untuk bergegas membangun hidupnya agar lebih tertata. Lewat kegigihannya, pria berusia 30 tahun ini membuktikan nasibnya lebih baik dengan membantu sesama. Aripin mendirikan sebuah yayasan sosial yang sudah memberdayakan ribuan pekerja dari kelompok marjinal.

Usaha ini dinamainya Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar. Menempati toko sederhana di Jalan Perdagangan, Kecamatan Banjarmasin Utara, wadah ini menjajakan sederet produk kerajinan tangan, di antaranya anyaman bakul purun, gantungan kunci, hingga barang olahan kain sasirangan, seperti kaos dan kemeja.

Saat dikunjungi penulis, orang-orang yang bekerja di ruko dua lantai itu tampak sibuk. Di tengah bisingnya lalu lintas kendaraan bermotor, Aripin telaten membimbing belasan pekerjanya yang sedang membuat tas bakul purun.”Inilah keseharian kami. Para perajin di sini belajar dan bekerja untuk mereka sendiri dan pemasukan Rumah Kreatif. Jadi sama sekali tidak komersial.” kata Aripin kepada.

Menariknya, para pekerja Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar yang direkrut Aripin, terdiri dari eks narapidana, korban napza, hingga difabel. Bagaimana cara Aripin merekrut mereka?

m arifin 2.jpg
Aktivitas merajut kerajinan tangan di Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar, Kota Banjarmasin.

Ceritanya, Aripin merekrut karyawannya melalui lembaga-lembaga yang bekerja sama dengan Rumah Kreatif dan Pintar. Misalnya, Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) Kalsel dan BNN Provinsi Kalsel.

“Jadi anak-anak korban napza di rumah damping BNN misalnya, setelah pulih diajak ke sini untuk belajar mengembangkan keahlian. Begitu juga eks napi,” kata Aripin.

Selain korban napza dan eks napi, ia juga merekrut siapa saja yang ingin bergabung ke rumah kreatif. Belakangan, Aripin juga mengajak ibu-ibu rumah tangga untuk jadi perajin di Rumah Kreatif dan Pintar. Hitung-hitung, pekerjaan ini bisa jadi penghasilan tambahan bagi mereka.

Dorongan merangkul kelompok rentan ini bukan tanpa alasan. Aripin bercerita, ia punya mimpi untuk melihat masyarakat dari kalangan bawah berkembang dan mandiri, meski punya kekurangan dan kerap dipandang sebelah mata.Usahanya membantu sesama membuahkan hasil.

Dicetuskan sejak tahun 2014, Rumah Kreatif dan Pintar sudah menggerakkan sekitar 2.300 perajin dari kelompok marjinal. Sebagian sudah dilepas mendirikan usaha sendiri. Sebagian lagi masih menjadi perajin di bawah bimbingan Aripin.Kini, selain menjual produk di toko, usaha yang dibangun Aripin juga sudah bekerja sama dengan banyak lembaga.

Paling mentereng, misalnya, Rumah Kreatif dan Pintar bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) RI. Mereka kebanjiran order hingga 400 tas bakul purun untuk keperluan agenda rutin kementerian.

m arifin 1.jpg
Para pegiat Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar, Kota Banjarmasin ketika beraktivitas.

“Untuk tas bakul purun sendiri biasanya kami jual dengan Rp 40 ribu. Keuntungannya bagi perajin Rp 15 ribu untuk satu bakul purun. Ini termasuk tinggi. Biasanya kebagian tugas empat sampai lima tas. Sisanya untuk operasional rumah kreatif,” ceritanya.

Selain dengan Pemerintah Pusat, hubungan Rumah Kreatif dan Pintar dengan Pemkot Banjarmasin juga terjalin baik. Mereka sering mendapatkan pesanan tas bakul purun dan produk fesyen sasirangan oleh individu dan instansi pemerintah kota.

Rusmawati (39), salah seorang ibu rumah tangga yang jadi perajin anyaman bakul purun, mengaku kehidupannya berubah drastis setelah bergabung bersama di Rumah Kreatif dan Pintar sejak Juni 2018.”Dulu saya juga perajin topi purun, ikut orang lain kerja. Tapi cuma diupah Rp 4 ribu satu barang. Tapi di sini rata-rata diupah Rp 15 ribu sampai 20 ribu per satuannya. Ini sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kehidupan keluarga,” ceritanya.

Khalidi (25 tahun), eks napi plus binaan Bapas Marabahan, juga mengutarakan hal serupa. Ia baru bergabung bersama Rumah Kreatif dan Pintar sejak satu bulan lalu. Namun, dorongannya untuk berwirausaha dan mandiri sudah terpantik.”Baru ikut pelatihan di sini bulan Mei lalu. Saya tertarik ikut bikin kaos sasirangan. Sebelumnya saya cuma pengangguran saja,” tuturnya.

Lalu, di mana keuntungan bagi Aripin? Ia mengaku dipercaya sebagai pemateri dan instruktur penggerak bisnis yang sering diundang sederet instansi. Dari sini, ia bisa memenuhi keperluannya sehari-hari.”Jadi tidak sama sekali komersial. Di sini juga bukan wadah bisnis, tapi wadah belajar. Saya ingin membangun kultur sociopreneurshipdi sini. Membangun kemandirian untuk masyarakat,” kata dia.

Masa Kecil yang Keras Membentuk Pribadi yang Tangguh

Lahir di Banjarmasin, 27 Februari 1988 silam, kehidupan Aripin tak langsung makmur. Ia hidup di keluarga yang serba pas-pasan di rumah sederhana di Jalan Muning, Kecamatan Banjarmasin Selatan. Sang ayah, Yahman Suradi, hanya berprofesi sebagai tukang becak dan pemungut sampah plastik. Sementara ibunya, Toerah, cuma bekerja sebagai pengupas bawang.

Aripin kecil mau tak mau harus turut berkutat membantu perekonomian keluarga. Ia ikut membantu ayahnya memungut sampah plastik untuk kehidupan sehari-hari. Lewat usaha yang gigih, ia pun berhasil bersekolah dengan biaya sendiri hingga mendapatkan gelar S1 di Universitas Muhammadiyah Malang.

Ada pun, sejarah awal pendirian Rumah Kreatif dan Pintar berasal dari pesan sang ibunda pada tahun 2014 lalu. Sebelum meninggal, ibunda Aripin sempat berpesan agar ia membuat wadah pembinaan masyarakat, khususnya kelompok marjinal.

“Dari situ saya ingin mewujudkan Rumah Kreatif dan Pintar. Mulanya cuma komunitas kecil-kecilan di rumah saja. Buka bengkel las dan merekrut anak-anak jalanan yang ada di sekitar lingkungan saya,” ceritanya.Perlahan-lahan, usahanya makin membesar.

Dengan modal Rp 28 juta dari hasil tabungannya, yang ia dapatkan dari hadiah mengikuti perlombaan, ia berhasil membuat Rumah Kreatif dan Pintar yang berbadan hukum dan dibalut yayasan.

Bisnis sosial yang dibangunnya dilirik Astra dalam program apresiasi tahunan SATU Indonesia Awards. Aripin berhasil menjadi penerima SATU Indonesia Awards 2016 bidang kewirausahaan.”

m arifin 4.jpg
Ibu-ibu sibuk merangkai kerajinan tangan di Yayasan Rumah Kreatif dan Pintar, Kota Banjarmasin.

“Dari situ, relasi saya makin bertambah. Rumah Kreatif dan Pintar pun makin dilirik banyak pihak untuk bekerja sama,” kata dia.Tantangannya, Aripin masih berkutat untuk membangun kultur socialpreneurship di Kota Banjarmasin.

Membangun pemahaman usaha yang bergerak di bidang sosial menurutnya tak mudah dan perlu waktu.”Ada yang keberatan karena dianggap mengeksploitasi pekerja. Tapi lihat dan datang saja ke Rumah Kreatif untuk melihat langsung bahwa mereka benar-benar diberdayakan untuk mandiri. Setelah terampil, mereka juga diberi keleluasaan untuk menjadi wirausahawan secara mandiri. Jadi ini murni sebagai wadah belajar,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *